Aku dan Gereja St. Thomas Morus Robek
Senja telah berganti malam, saatnya aku kembali dari Gereja St. Thomas Morus Robek menuju salah satu rumah kerabat dekat ku. Kembali ke rumah yang dipenuhi dengan orang-orang humoris, ramah, dan baik hati. Kembali ke rumah yang penuh dengan kenyamanan, yang aman dari segala macam rasa rindu yang selalu mengancamku. Ah,, lelah rasanya tubuh ini. Menahan rasa seorang diri.
Sore itu, saat pulang aku berusaha mencari kesempatan untuk bercengkrama berdua menelusuri jalan-jalan di daerah itu. Sebuah bangunan Serba Guna yang sudah mulai dibangun tersipu malu melihat aku mondar-mandir mencari sosok itu.
Namun saat itu yang tidak biasa adalah ada seorang gadis cantik yang tengah duduk termenung diserambi gereja. Nampaknya ia sedang sedih. Aku pun penasaran entah itu manusia atau bukan, dan aku pun segera menghampirinya. Rasa ragu dan takut pun menghampiriku. Namun aku tetap memberanikan diri untuk mendekati dan menyapanya. Aku tahu siapa dia. Aku pun memulai pembicaraan dengannya.
"Sudahlah. Jangan terlalu berharap pada sesuatu yang belum pasti! Sederhana saja. Tinggalkan yang meninggalkanmu!
Dia menjawab.
"Aku hanya ingin berdiam diri di sini. Aku baik-baik saja"
Aku tahu apa isi hatinya saat itu. Bukannya aku pandai menerka-nerka. Tapi karena aku merasakan apa yang ia rasakan pada saat itu.
Gadis itu kembali bertanya.
“Apa kamu sedang menunggu seseorang di gereja ini?”
“Tidak.” Jawabku singkat.
“Apa yang kamu lakukan disini?”
“Entahlah. Tapi yang pasti ada kehidupan untukku jika aku berada didekatmu. Menghabiskan waktu bersamamu adalah impian terbesarku.”
“Apa kau sendiri?”
“Tidak, aku datang bersama harapanku.” Jawabku.
“Apa kamu sedang menunggu seseorang di gereja ini?”
“Tidak.” Jawabku singkat.
“Apa yang kamu lakukan disini?”
“Entahlah. Tapi yang pasti ada kehidupan untukku jika aku berada didekatmu. Menghabiskan waktu bersamamu adalah impian terbesarku.”
“Apa kau sendiri?”
“Tidak, aku datang bersama harapanku.” Jawabku.
Dia tersenyum.
Sikap gadis ini begitu dingin padaku. Entahlah, apakah dia tidak menyukai kehadiranku. Aku makin penasaran dengan gadis yang cantik ini. Pikiranku melayang bagai burung-burung di Awan.
Aduh… apa yang ada dipikiranku? Entah mengapa aku tak ingin meniggalkan gadis itu seorang diri. Aku ingin sekali menemaninya. Aku tak tega meninggalkan dia sendiri disitu. Aku takut meninggalkannya. Gadis ini sangat konsisten, optimis dengan harapan yang ia miliki, dan dilihat dari gaya bicara maupun tingkah lakunya membuat aku semakin sulit untuk pergi menjauh darinya. Mungkin itu yang membuatku tertarik padanya.
Apa?
Tertarik?
Apa maksudku berpikiran seperti itu?
Apa mungkin aku menyukainya? Ahh,, tidak mungkin! Mungkin aku hanya bergurau. Hahaha. Ah, bodohnya aku. Umurku beda jauh dengannya, mana mungkin aku menyukainya? Tanyaku dalam hati.
Aku kembali berbicara dengan gadis itu.
“Apa kau mau menerima tawaranku sekarang?”
“Entahlah..” jawabnya singkat.
“Entahlah..” jawabnya singkat.
Karena jawabannya hanyalah entahlah. Seperti biasanya, aku mengambil tangannya dan bergenggaman erat. Sambil berkata "Mari! Kita pulang!
Sesampainya di rumah kerabat kami, gadis itu tanpa ragu melanjutkan rutinitasnya.
Sambil bercerita dengan seorang kakek di rumah itu, diam-diam aku mengalihkan pandanganku untuk menatapnya sedikit demi sedikit. Dibalik cahaya Lampu Neon terpancar indah cahaya ke wajahnya. Aku semakin bahagia. Kebahagiaanku saat itu tak terurai dalam kata.
Jam makan malam pun tiba. Suasana seisi rumah sangat harmonis. Namun, tak seharmonis perasaanku saat itu. Entah mengapa aku tak mampu mengalihkan perhatianku untuk tidak menatapnya sekali saja.
Malam semakin larut. Aku dan kolega-kolegaku asyik menikmati minuman dengan memakan ikan yang sudah dipanggang. Asyik sekali. Tak sabar aku menunggu untuk memulai hari baru di Robek saat itu.
Tepat pukul 06 aku terbangun dari tidurku. Untuk pertama kalinya aku dibangunkan oleh orang lain. Gadis itu. Tak banyak tingkah, aku bergegas membereskan kain songke yang aku kenakan.
Di depan teras rumah itu, aku tersenyum mendefinisikan momen itu.
Pagi itu, Paroki Robek tanpa cahaya. Mendung. Sinar matahari tak tampak. Lonceng gereja berbunyi untuk yang kedua kalinya. Tidak ada tanda-tanda kegembiraan pada wajah-wajah kerabat-kerabat ku. Pikiran mereka tak karuan. Takut akan turunnya hujan. Aku melihat gadis itu tetap tenang. Bagai batu karang.
Salah seorang kakek di rumah itu meminta ku untuk ikut merayakan perayaan misa pada hari Minggu di Gereja St. Thomas Morus Robek. Tanpa pikir panjang, aku bergegas ke kamar mandi dan membersihkan wajahku. Setelah itu, aku mengajak salah seorang sahabat baikku untuk ikut bersama ku ke Gereja. Awalnya, aku masih canggung. Berdoa dengan orang baru tentunya merasa malu. Tapi, aku harus berani. Mengingat suasana mendung saat itu, aku membutuhkan bantuan Tuhanku. Tiba-tiba hatiku berketuk keras. Aku kesulitan untuk menepisnya. Seketika aku mendengar gadis itu berkata untuk ikut ke Gereja bersama kami.
Di depan altar suci Gereja St. Thomas Morus Robek, aku menyiapkan hati dan batinku untuk berdoa. Ujud-ujud sederhana aku tata dalam hatiku. Ada banyak do'a yang aku panjatkan kala itu. Salah satunya adalah do'a tentang gadis sederhana yang duduk disebelah kananku waktu itu.
"Tuhanku, jika engkau tak mengizinkanku untuk berada didekatnya, maka tempatkan orang baik untuk menjaga hati dan auratnya selama aku tak bisa memastikan bahwa dia baik-baik saja. Tuhan, engkau tahu segala isi hatiku. Namun, mengapa engkau membiarkan mulutku membisu saat aku mencoba berujar tentang rasa yang kian lama aku pendamkan. Itu saja, Tuhan".
Keringat mengalir deras. Aku kepanasan. Sebagai sebuah dusun kecil yang terletak di daerah pesisir. Pantaslah jika suasananya cukup berbeda. Tapi tak apa. Selama sikap dingin gadis itu ada, pastinya aku akan baik-baik saja.
Akhirnya perayaan misa telah usai. Aku senang karena saat yang bersamaan, aku melihat disela-sela jendela Gereja itu ada lantunan cahaya sang fajar. Bahagia rasanya ada seorang gadis yang akan mengisi hari-hariku yang membosankan ini. Harapku dalam hati. Hahahaha. Hanya harapan.
Namun, di sepanjang jalan, kami hanya terdiam satu sama lain. Terdiam hingga kami sampai di rumah. Mungkin dia masih merasa asing denganku. Tapi tidak. Gadis itu tidak seperti biasanya. Entah karena aku salah berujar sehingga Gadis itu diam penuh kebisuan.
Jujur saja. Satu tahun sudah aku menghianati hatiku. Diam-diam aku mencintainya. Aku sangat menyayanginya. Aku selalu menjaganya dan memperlakukan dia dengan baik. Aku merasa bahagia bila melihanya tersenyum. Tanpa senyumannya duniaku terasa hampa. Senyuman gadis itu adalah kehidupan bagiku. Dan hari itu aku akan membuatnaya senang berlipat-lipat.
Hari itu aku melakukan semua hal dengan penuh semangat. Semoga ia senang dengan hari itu dan tak akan pernah melupakan momen indah ini.
Jujur saja. Satu tahun sudah aku menghianati hatiku. Diam-diam aku mencintainya. Aku sangat menyayanginya. Aku selalu menjaganya dan memperlakukan dia dengan baik. Aku merasa bahagia bila melihanya tersenyum. Tanpa senyumannya duniaku terasa hampa. Senyuman gadis itu adalah kehidupan bagiku. Dan hari itu aku akan membuatnaya senang berlipat-lipat.
Hari itu aku melakukan semua hal dengan penuh semangat. Semoga ia senang dengan hari itu dan tak akan pernah melupakan momen indah ini.
Di salah satu tempat pariwisata di sekitar dusun kecil itu kami berekreasi. Aku bermaksud untuk mengajak gadis itu berjalan-jalan di pesisir pantai. Dengan tujuan untuk menyatakan apa yang sebenarnya yang ada dalam hatiku. Tentang kedamaian, ketenangan, dan kenyamanan selama aku berada didekatnya. Tapi, gadis itu menolak permintaanku mentah-mentah. Aku bisa apa? Aku hanya berusaha menutupi rasa malu ku dengan berpura-pura tersenyum.
Andaikan gadis itu tahu, seberapa hancurnya duniaku saat itu. Dia sungguh egois. Hidupku berantakan tak beraturan seperti kota Hiroshima pada masa penjajahan. Rasanya aku ingin tenggelamkan diriku di laut biru di sana.
Oh,, tuhan kejamnya hidup ini. Mengapa aku harus jatuh cinta pada gadis tak berdosa ini? Mengapa tidak orang lain saja? Tidakkah engkau ingin melihatku dengan sedikit senyum kebahagiaan? Tuhan, jika inilah takdir yang kau berikan, tolonglah bantu aku menghadapi semua ini. Agar hidup yang aku jalani tetap bermakna, walaupun perih dan luka di hatiku tak pernah sembuh meski seribu senyum terukir di wajahnya yang cantik.
Seribu tanya hinggap di benakku tentang gadis sederhana itu.
Komentar
Posting Komentar